Adalah Harist, malaikat kelas VIP yang kelak menjadi iblis. Dia adalah pemimpin KOPASUSnya malaikat, komandan/ jendral para malaikat beberapa kali di tugasi oleh Allah untuk memadamkan pemberontakan dan pertumpahan darah di muka bumi oleh para jin. Dengan KasihNya, Harist diberi keistimewaan-keistimewaan oleh Allah. Pantas saja, sebab dia adalah yang paling alim (berilmu), cerdas, dan paling banyak ibadahnya. Sayangnya kemudian ia lupa diri, lupa bahwa semua keistimewaan itu berasal dari Allah. Dia merasa, “Saya memang orang hebat. Bukan karena pemberian Allah, lha memang sayanya hebat. Saya memang cerdas. Semua diberi akal oleh Allah, akan tetapi saya diberi akal oleh Allah mampu mengembangkannya. Jadi saya memang hebat, bukan karena pemberian Allah”, begitu kira-kira kata Harist. Krentek hatinya itu akhirnya berkembang dan berkembang, pikiran itu mengusasai hati, jalan pikiran, dan pandangan hidupnya. “wong saya diciptakan oleh Allah dengan bahan yang istimewa. Kalau para malaikat lainnya diciptakan dari cahaya, sedangkan saya dari ujungnya api, puncak dari panas yang murni, tidak terkena abu, bersih, api yang paling VIP. Sejak awal saya memang diciptakan hebat”.
Akan tetapi Allahlah yang Maha Tahu, Allah mendengar setiap pikiran yang menggelayuti si Harist ini, setiap bersitan hati yang menyesaki dirinya. Maka Allah kemudian mengumpulakan para malaikat untuk mengumpulkan bahan-bahan (tanah-tanah) supaya diciptakan Adam. Sengaja oleh Allah menciptakan Adam dari tanah liat yang, basah nan bau. Ketika Harist melewati calon manusia yang mulai dibentuk menjadi kerangka manusia oleh tangan Allah sendiri kemudian Allah letakkan sesuai sunnatullah sebagai proses pengeringan, kemudian diludahi oleh Harist. Betapa baunya tanah ini bagi Harist, tidak terbanyang sama sekali bahwa tanah itulah yang kelak dinobatkan sebagai, “Khalifatullah fil Ard, wakil Allah di muka bumi”.
Sehingga tatkala Allah usai meniupkan ruh padanya, jadilah sesosok Adam yang padahal Harist tahu betul asal-muasalnya, lha kok ternyata ada pengumuman dari Allah, “inni ja’ilun fil ardhi khalifah, Sesungguhnya Aku hedak menjadikannya sebagai seorang khalifah di muka bumi”. Terkejutlah bukan kepalang Harist, “lhooo… keputusan macam apa ini? Aku yang hebat, bukan dia! Aku sehebat-sehebat dari bahan yang paling top. Akan tetapi yang dipilih kok malah bahan rendahan (tanah) yang bau itu?. Keputusan apa ini!”. Iblis menggunakan pikiran demokratisme yang pertama kali, selaku pengagas dia dihadapan Allah menunjukkan HAM, kebebasan berpendapat dan berbicara dihadapan Allah sekalipun.
Lebih stres lagi Harist, ketika ada perintah dari Allah agar disuruh sujud kepada Adam, makhluk yang diangap bau dan rendahan oleh dirinya. “Lho… saya disuruh sujud? Pada makhluk bau kayak gitu?” Baca lebih lanjut →